Terus Berkarya Tanpa Peduli Orang Lain Mau Menerimah atau Tidak - Siraj Anggara

Sabtu, 24 April 2010

SEBUAH MIMPI INDAH DI BAWAH LANGIT MANDAR

Sebuah mimpi di lereng kota tertua di tanah harapan, sebagai tempat pijakan manusia mandar, telah merasut sebuah mimpi dalam tidur panjangnya. Mimpi itu adalah sebuah mimpi yang terindah yang pernah ada di bawah langit mandar, yang kini menjadi sebuah beban moral bagi masyarakatnya. Salah satu kunci meraih kesuksesan adalah bermimpi, dan jangan pernah berharap kesuksesan akan datang memelukmu jika tak pernah bermimpi dan tak ada orang yang sukses tampa bermimpi lebih dulu.

Seperti majene merangkai sebuah mimpi sebagai pusat pendidikan di Sulawesi Barat. Tapi haruskah majene akan terus bermimpi? Ataukah itu hanya sebuah ilusi dengan sejuta kebohongan. Majene sebagai pusat pendidikan tak pernah terhenti dilantungkan para masyarakat birokrasi dan para cendekia-cendekia. Belum lagi dari seminar-seminar dan dialog-dialog yang berbauh pendidikan tak luput menjadi obyek pembicaraan. Namun sangat naif rasanya jika mengatakan belum ada gagasan atau konsep yang ril tentang majene sebagai pusat pendidikan. l

Terkait dengan para pengambil kebijakan yang belum terpatok hatinya dengan pendidikan, dan belum ada realisasi sebagai pusat pendidikan. Hal ini terbukti dengan adanya perguruan tinggi yang dinafikkan di penerimaan CPNS kemarin, dengan melantungkan alasan-alasan yang basi, sama sekali tidak logis dan tidak dapat dibuktikan secara yuridis kemudian hanya bisa berselingkuh dengan kebodohannya. Tampa mereka sadari yang mereka nafikkan adalah salah satu icon generasi masa depan saat mereka tak mampu lagi merangkai kata yang tak bermakna. Pada hal perguruan tinggi itu sudah di akreditasi dan diterima ijazahnya ld Kabupaten lain. Ada apa dengan perguruan tinggi itu?

Dalam dialog K3 kemarin “Menggagas Majene Masa Depan Yang Lebih Baik”, Salah seorang siswi yang berprestasi di kancah nasional, angkat bicara karna tak mendapatkan fasilitas yang mestinya dia dapatkan dari pemerintah daerah. Belum lagi para pengangguran beridentitas intelek yang hanya bermodalkan lembaran ijazah menjadi seorang pecandu PNS dengan tampa perhitungan, layakkah atau mampukah membawa tanggun jawab sosial dan moral itu. Ataukah karna mereka dekat dengan api maka mereka merasakan panasnya api itu? Dan keadilan itu bisa dibeli dengan lembaran uang yang dapat mebutahkan hati pada ruang sosial. Masih banyak lagi masalah pendidikan yang muncul di permukaan Majene kemudian melahirkan tetesan air mata. Ketika hal ini masih terus terulang, maka Majene sebagai pusat pendidikan akan menjadi sebuah broken dream bagi masyarakat, dengan harapan yang bercampur baur dengan kekhwatiran dan kebingungan.

Jika majene ingin menjadi pusat pendidikan harus mengedepankan keprofesionalimean, mulai dari tenaga pendidik, pengawai, DPRD sampai pada pemimpinnya (semua yang ada dalam ruang lingkup birokrasi). Dan pemerintah harus serius dalam menanggapi gagasan dialog K3 kemarin, yang bisa menjadi bahan rujukan pemerintahan daerah pada priode selanjutnya. Jika pemerintah mampu merealisasikan gagasan itu maka Majene bukan hanya menjadi pusat pendidikan namun akan menjadi kota impian dan punya daya saing di masa yang akan datang, tidak hanya dikenal sebagai kota yang penuh dengan misteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar